Teknik Mesin, ITS Online - Satria Ugahari, Pemimpin redaksi Dimensi mengungkap perjalanan panjang sejarah Dimensi. Tepat pada pertengahan era 80-an, Dimensi masih bernaung di bawah Himpunan Mahasiswa Mesin. Dari cerita kakak senior, dulu Dimensi masih belum memiliki program kerja yang jelas. Jadi produknya masih berupa buletin,†jelas mahasiswa Teknik Mesin 2006 ini.
Saat kepemimpinan Ir Julendra B Ariatedja MT, lanjut Satria, mulai terjadi pembaharuan pada Dimensi. Dengan dua orang motor penggerak, Effendi Ariyanto dan Hari Nugroho, majalah Dimensi mampu diterbitkan empat edisi dalam kurun waktu setahun. Saat itu, Dimensi mengalami kejayaan. Namun, setelah keduanya (Effendi dan Hari, red) lulus, Dimensi kembali tanpa pegangan, cerita Satria.
Bukan hal mudah kembali membesarkan nama Dimensi. Menurut Satria, saat Dimensi dipimpin Hasrinuksmo Nukiandi ST angkatan 2000, status Dimensi berubah menjadi klub. Sejak itu, dimensi dibuat seperti majalah komersial. Setiap edisi diberi nama yang mencerminkan semangat crew saat itu,ujar Satria. Ia juga menambahkan bahwa kinerja Dimensi yang diawali dari dengan kerinduan dosen dan pihak Teknik Mesin lainnya pada Dimensi, semakin memudahkan masalah dana.
Lebih jauh Satria mengungkap edisi perdana kepemimpinan Nukiandi menimbulkan kekecewaan hingga ada usulan yang menginginkan Dimensi hadir dalam bentuk majalah dinding saja. Akhirnya, Dimensi berpindah kepemimpinan ke tangan Rio Borneo tahun 2001, dilanjut Rima Sagitaria tahun 2002, Meddi Febiyanto tahun 2003, dan Budi Setiyadi sampai tahun 2007.
Majalah Dimensi memang belum sepenuhnya eksis. Bahkan, sudah vakum dua tahun ini. Masalahnya,crew sudah diberi job tapi tidak bisa sesuai deadline,ungkap Satria yang sudah memimpin Dimensi sejak 2008. Boleh dikata Dimensi sekarang sudah memiliki kepengurusan yang jelas. Bahkan, kepengurusan tersebut dibagi menjadi bagian redaksi dan organisasi yang terdiri dari internal, public relation, entrepreneur, dan research development.
Ketika ditanya perihal nama Dimensi pun, Satria hanya tersenyum. “Nama Dimensi ini bukan kepanjangan. Di Mesin, sering disebut kata dimensi yaitu ukuran suatu produk. Mungkin saat itu,slentingan tersebut dianggap cocok sehingga dipatenkan sebagai nama majalah,†terang Satria.
Majalah Digital, Why Not?!
Kepengurusan Dimensi membuat gebrakan baru yang diharapkan lebih menguntungkan. Majalah yang semula tampil cetak, kini dibuat digital. Jika dulu majalah Dimensi dijual Rp 6.000, kecuali ketika tahun emas Teknik Mesin, majalah tersebut dibagikan gratis. Sekarang pun, majalah digital akan diberikan cuma-cuma ke semua jurusan dalam bentuk CD.
Nanti, kami akan memberikan lima sampai sepuluh CD ke setiap jurusan, ujar Satria. Selain beda secara fisik, isi Dimensi yang didominasi feature pun turut berubah. Dulu, isinya (Dimensi, red) hanya tentang Teknik Mesin. Sekarang kami meliput secara umum agar majalah ini bisa diterima semua kalangan, lanjut Satria.
Disisi lain, Satria mengungkap bahwa Dimensi tak memiliki kucuran dana alias mandiri.Kami mencari sponsor untuk pembelian CD. Bahkan Dimensi sekarang dapat menjadi sarana iklan. Jadi, dari situ kami juga mendapat dana,jelasnya.
Satria berharap banyak orang bisa menghargai majalah dimensi sebagai wujud hobi yang tersalurkan ini. Semoga semua orang bisa menikmati hasil kerja keras kami. Syukur-syukur bisa memberi kritik dan saran baik secara langsung atau melalui email, pungkasnya. (esy/yud)
diambil dari www.its.ac.id
salut buat dimensi....semoga tetap maju dan berkarya
BalasHapus