Newest Post

[Resensi Buku] : SKRIPSHIT : Kisah Sesat Mahasiswa Abadi

| Minggu, 06 Oktober 2013
Baca selengkapnya »


Bertahan hidup sebagai mahasiswa abadi gak gampang, gue kudu pinter ngeles dari pertanyaan umum yang ditanyain orang-orang di sekitar gue.

"Lo kuliah kok gak lulus-lulus?Emang ngambil apa sih?"
Gue jawab,
"Ngambil hikmahnya..."

Atau kalau ada adek-adek MABA yang nanya,
"Kakak angkatan berapa?"
"Dua ribu tua..."

Tapi sebenarnya, tidak lulus dulu adalah pilihan gue. For your information, gue paling takut dapet gelar "Pengangguran".Di mata gue, sebutan "Mahasiswa" itu lebih enak didengar daripada "Sarjana Pengangguran". Ditambah lagi pepatah dari negeri seberang yang selalu terngiang di telinga:

"Wisuda adalah pengangguran yang tertunda."

Ini gue, sang Tuna-Wisuda, dan cerita gue tentang bertahan hidup di belantara kampus...
--------------
Cuplikan di atas menajdi bagian dari pendahuluan sekaligus sinopsis yang disuguhkan Penulis. Bagi kalian yang masih labil dan sering galau (baca: plin-plan menentukan sesuatu), Tolong banget jangan tersentuh oleh bujuk rayu bang Alitt yang minta ditemani menjadi seorang MA (baca: Mahasiswa Abadi)! -____-
Skripsi, benda keramat satu ini memang sudah banyak yang kenal, terutama buat kalian yang merasakan jadi mahasiswa bahkan hingga orang awan pun juga tahu. Cerita seputar skripsi ini dikemas olah Sang maestro penulis, bang Alit, dalam buku keduanya yang berjudul “SKRIPSHIT”. Bang alit atau nama lengkapnya Alit Susanto secara lantang menyuarakan keapesan dalam menjalani hidup serta teori absurd  yang bakal membuat kalian benar-benar sesat. Sebagai penulis yang masih terbilang baru, Alitt terbilang sangat piawai dalam bertutur. Seperti pada bab Life is a Journey, dengan piawai, Alit memainkan “reverse psyschology” dan menyulap novelnya menjadi sebuah “Komedi yang Punya Hati.” Penuh balutan makna dan pesan – pesan tersirat yang mengajak pembaca untuk terus berjuang dan lebih menghargai hidup itu sendiri.

Dengan sajian bahasa ala remaja , Skripshit nya Alitt akan menuntut para pembaca memasuki sebuah petualangan sesat di rimba kampus hingga akhirnya “memaksa” Alitt pun tersesat dan menjadi “Teen-Masterholic” alias “Kaum Semester Belasan.” Bahasan tentang dunia seputar kampus yang disajikan dengan lucu dan apa adanya,membuat pembaca akan semakin jauh “tersesat”. Pembaca akan dibuat penasaran untuk mengetahui akhir penderitaan mahasiswa abadi yang akhirnya berhadapan dengan sebentuk kegalauan akademis yaitu skripsi.

Skripsi itu perjuangan. Sebetulnya, perjuangan skripsi itu hanya sebagian kecil dari perjuangan kuliah. Tetapi karena kuliah lebih banyak diisi dengan suka-cita dan skripsi dengan duka-cita, maka kuliah tidak terasa berat dibandingkan skripsi. Akhirnya dengan berbagai alasan penulis sebagai tokoh utama dalam novel ini lebih memilih suka-cita dalam kuliah ketimbang menyelesaikan skripsinya yang selalu gagal.

"Hidup ini bagai skripsi..banyak bab dan revisi yang harus dilewati. 
Tapi akan selalu berakhir indah... bagi mereka yang pantang menyerah." pg.282

Efek sebuah skripsi sebagai barang yang sangat susah untuk diperjuangkaan akan langsung tersaji di sampul depan novel ini. Kesulitan demi kesulitan yang dihadapi Alitt sebagai tokoh utama menjadikan novel ini semakin “menyesatkan” yang akhirnya mengantarkan pembaca pada sebuah pemikiran bahwa hidup itu tidak terlalu kejam ”Reality bites so chew harder.”

Alitt seorang mahasiswa yang mengambil Jurusan pendidikan bahasa inggris di salah satu universitas swasta di Yogyakarta karena ia tidak berhasil jebol dalam UMPTN. Latar belakang pendidikan sebelumnya yaitu STM membuat Alitt sedikit kelabakan di semester pertama, berbekal bahasa inggris yang masih minim membuat dia bagaikan peserta pertukaran pelajar antar planet, sama sekali tidak mengerti apa yang di sampaikan dosen. Alhasil IP 1,9 menghiasi transkrip nilai semester satunya. 

Apalah artinya kita hidup di dunia, kalau kita selalu mengandalkan keajaiban ? Hidup bakal terasa hambar.Seakan-akan kita hidup di dunia ini cuma numpang lahir, boker dan mati. I think it's enough for miracles session. I'd find a way to create my own miracle. (page 259)

Lika-liku yang dialaminya selama masa perkulihan demi meraih mimpi dan cita-citanya memegang ijazah dan memakai toga, diceritakan secara humoris sehingga memancing tawa pembaca tapi juga dalam, dan inspiratif. 
Selain dari kisah hidupnya, Alitt juga menuliskan beberapa tips gokil diantaranya tip menjadi mahasiswa abadi, tip hemat ala anak kos, dan tip aneh lainnya yang akan membuat kita terpingkal-pingkal.

Hari-hari perkuliahan Alitt pun berlalu dengan kisah kisah unik. Sembari kuliah ia pun memutuskan mulai mencari pekerjaan sambilan untuk membayar uang kuliah dan memenuhi kebutuhan perutnya. Semua pekerjaan di lalapnya mulai dari joki sampai wartawan freelance.Sampai pada titik yang namanya skripsi, Alitt mengalami masalah besar yang merubah hidupnya.Skripsinyapun tertunda sampai semester belasan.
Sejak skripsinya tertunda Alitt sibuk melanjutkan pekerjaannya sebagai wartawan freelance. Tapi sampai detik ini dia belum berputus asa untuk merampungkan kuliahnya seperti janjinya pada sang ibu. Karena ia yakin hidup itu bagaikan skripsi banyak bab dan revisi yang harus dilalui, tapi akan selalu berakhir indah bagi mereka yang pantang menyerah. 

Last but not least, Tips dalam mengerjakan skripsi sebenarnya bukan pada isi dari skripsi tsb.Isinya tentu sangat penting.Kita tidak boleh menciplak, tidak boleh sembarangan mengambil sumber, dan harus berasal dari hasil olah pikiran kita sendiri.Yang terpenting adalah kita tidak pernah menyerah.Ketika disuruh revisi, jangan mengeluh.Tapi tetap semangat karena jika  doping menyuruh kita untuk revisi, berarti 1.Dia benar-benar memeriksa isi skripsi kita. 2.Dengan adanya banyak revisi, berarti semakin kecil pula kemungkinan skripsi kita akan direvisi di meja hijau oleh dosen penguji. Maka, disaat kita kecewa karena skripsi terus mengalami revisi, sesungguhnya Tuhan, lewat tangan doping sedang membantu meringankan beban kita. (nfn)

[Resensi Buku] : SKRIPSHIT : Kisah Sesat Mahasiswa Abadi

Posted by : Dimensi Mesin ITS
Date :Minggu, 06 Oktober 2013
With 0tanggapan
Tag :

Pengkaderan itu Perlu

| Sabtu, 05 Oktober 2013
Baca selengkapnya »
Laman ini adalah laman Opini Rakyat. Disini, setiap mahasiswa di baik itu dari jurusan Teknik Mesin ITS maupun jurusan lain bisa menyampaikan pendapat ataupun aspirasi dalam bentuk tulisan. Dimana setiap kita bisa menjadi penulis yang secara bebas menuliskan apapun yang mereka ingin tuliskan. Kalian bisa mengirimkan tulisan kalian ke dimensi.its@gmail.com dan segala bentuk identitas penulis akan terjamin keamanannya sesuai dengan permintaan penulis sendiri.






Pengkaderan itu Perlu

Tiap memasuki tahun ajaran baru, kemahasiswaan di ITS ataupun di universitas lain pasti selalu disibukkan dengan yang namanya “Ospek” atau “Pengkaderan” (kalau di ITS). Memang penting jika diadakan pengkaderan, agar mental-mental SMA yang melekat di mahasiswa baru bisa terlepas dan menjadi pribadi yang lebih mandiri dan tidak kolokan. Di tulisan saya ini, saya hanya ingin memberikan pandangan saya terhadap pengkaderan. Ketika saya tahu bahwa pengkaderan di ITS ini hanya diperbolehkan 1 minggu dan itu hanyalah sebuah orientasi, saya kaget mendengarnya. Apakah bisa dengan tenggat waktu 1 minggu si Maba bisa beradaptasi dengan baik?. Mungkin pengkaderan di ITS berbeda dengan pengkaderan yang ada di universitas lain, pengkaderan yang lebih mendidik ke mentalitas kita. Jujur tidaklah gampang dalam mempelajari itu semua, saya butuh lebih dari seminggu dididik untuk itu. Lagipula, perlu saya akui terkadang saya juga keteteran kok dengan didikan lebih dari seminggu atau bahkan sebulan. Bagaimana dengan yang hanya seminggu? Itupun hanyalah pengenalan-pengenalan tentang kampus ITS yang menurut saya memang penting, namun kurang bisa mendidik mahasiswa baru agar bisa beradaptasi dengan mudah.



Belum lagi melihat kondisi maba saat ini, yang terkesan kolokan dan minta disuapi terus menerus. Contoh kecilnya dari pertanyaan-pertanyaan mahasiswa baru yang kebingungan mencari lokasi kampus mereka. Jujur aja sih, saya agak kesal dengan mereka-mereka ini. Ya saya memang pernah berada di posisi seperti mereka, kebingungan, bahkan saya gak punya siapa-siapa disini. Tapi, masa iya segala sesuatu yang bisa kita cari sendiri harus kita tanyakan terus menerus?. Untuk apa dong gunanya punya smartphone kalau penggunanya saja tidak smart? Untuk apa dong gunanya punya motor atau mobil mewah kalau tidak digunakan untuk berkeliling kampus dan mengeksplorasi isi kampus ini?. Entah bagaimana pendapat menurut teman-teman pembaca, namun saya melihat ada yang salah dengan mereka.


Ini yang saya takutkan ketika tidak ada lagi yang namanya pengkaderan. Yang saya takutkan bukanlah tentang terhentinya tradisi yang sudah turun temurun ada di kampus ITS ini, namun tentang menurunnya kualitas seorang mahasiswa baru. Menurut saya, memang perlu diadakan pengkaderan, namun dengan lebih terarah dan lebih bisa memberikan mahasiswa baru wawasan tentang kondisi kekikinian yang ada di lingkungan sekitar kita. Saya juga memang mengecam pengkaderan yang didasari perpeloncoan atau mem-bully maba. Dengan memberikan maba pendidikan yang lebih berwawasan begitu, transfer ilmu yang diberikan tidak lagi satu arah, melainkan dua arah. Sehingga, mahasiswa lama dan mahasiswa baru sama-sama bisa belajar. Perlu kita ingatkan lagi, zaman memang sudah berubah, karakter seseorang juga pasti berubah, khususnya generasi muda. Namun, sebagai mahasiswa yang sudah lebih dulu ada sebelum mereka di kampus ini, kita juga harus pintar dalam mencari konsep baru dalam mendidik mereka. (syd)

Pengkaderan itu Perlu

Posted by : Dimensi Mesin ITS
Date :Sabtu, 05 Oktober 2013
With 0tanggapan
Tag :

Pengkaderan: Ajang Balas Dendam atau Pembentukan Karakter

|
Baca selengkapnya »


Benarkah “pengkaderan” hanya sebagai ajang balas dendam??

ilustrasi
Sebuah pertanyaan yang klasik yang hampir setiap tahunnya ketika ada mahasiswa (atau pun siswa baru) yang masuk dalam suatu sistem pendidikan yang lebih tinggi. Tapi apa jawaban dari para “senior” yang sudah lama menjadi mahasiswa atau biasa kita sebut dengan sebutan mahasiswa lama? Beberapa dari mereka mengatakan pastinya BUKAN (capslock) untuk ajang balas dendam tetapi hanya untuk semata-mata mengajar dan mendidik mereka untuk lebih mandiri atau bahkan untuk lebih independen dan juga lebih bermental kuat. Tapi apakah cara para senior atau mahasiswa lama ini sudah tepat untuk pembentukan karakter seorang “mahasiswa baru”? atau bahkan hanya untuk membunuh karakter mereka?
Dari pengamatan dan kesaksian dari beberapa mahasiswa baru, mereka beranggapan, mahasiswa lama itu hanya semata-mata untuk membalaskan egoisme mereka. Mencari sebuah kepuasan atau hanya untuk mencari sebuah lelucon untuk kesenangan pribadi merupakan hal yang sangat sepele bagi mahasiswa lama, tetapi menjadi sesuatu yang sangat berdampak besar bagi mahasiswa baru. Sebut saja Y, seorang mahasiswa baru di salah satu jurusan yang ada di kampus Perjuangan Surabaya. Dia memaparkan bahwa mahasiswa lama atau seniornya hanya mau memenuhi egoisme dan melihat mahasiswa baru sebagai ajang “permainan”.”Tadi aku berempat sama temen lagi jalan di jurusan kami, trus ada senior yang melempari kami sampah dan menyuruh kami membuang sampah yang telah dia buang, emangnya kami ini tempat sampah? Habis itu mereka ketawa-ketawa, seperti senang banget kami di anggap sebagai tempat sampah” ujar Y.  Dia juga mengatakan bahwa jika memang pengkaderan merupakan sarana mendidik, apakah ini yang di sebut dengan mendidik? Mendidik menjadi pembantu? Sepertinya mahasiswa lama kayak tidak dididik dengan baik sehingga memberikan contoh yang sangat tidak baik kepada mahasiswa baru yang kemungkinan besar akan di ulangi lagi oleh mahasiswa baru tersebut ketika dia menjadi mahasiswa lama tahun depan.
Pengkaderan itu penting, tetapi harus melihat juga kemajuan zaman sekarang. Apakah dengan cara lama masih bisa digunakan untuk zaman sekarang? Apakah sistem lama dapat digunakan untuk menghadapi(sebagai contoh) salah satu Global Project PBB 2015?
Pengendalian diri juga salah satu hal yang harus dikedepankan untuk mahasiswa lama. Menggunakan emosi dalam hal ini “mungkin” saja diperbolehkan, tapi apakah emosi itu dapat kita kontrol? Jawabanya ada pada diri masing-masing. Dilihat dari tingkat kedewasaan tiap mahasiswa lama. Tetapi pengendalian diri juga di butuhkan oleh mahasiswa baru untuk menghadapi kerasnya kehidupan yang ada di kampus. Dengan mengendalikan diri, mahasiswa baru dapat menemukan tujuan yang baik dalam sistem pengkaderan dan juga dapat meningkatkan tingkat kedewasaannya.  Dengan begitu, mahasiswa lama dan juga mahasiswa baru dapat bekerja sama dengan baik untuk mendapatkan tujuan utama dalam pengkaderan tersebut. Jika dikaitkan dengan ajaran agama, kita juga dapat menghindari dosa dan juga dapat beramal dengan memberikan ilmu kita kepada mahasiswa baru.
Tetapi jika di lihat dari sisi lain, cara "edukasi" seperti ini terbilang ampuh untuk membuat sifat manja dan suka berdiam diri di zona nyaman maba dirubah. mereka berusaha dikenalkan dengan kondisi baru yang mungkin saja akan lebih sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang mahasiswa . dan juga membentuk karakter mahasiswa yang lebih kuat untuk menghadapi kerasnya kehidupan mahasiswa. Semuanya itu dikembalikan lagi kepada para pembaca untuk menyikapi hal ini. (bai/das)

Pengkaderan: Ajang Balas Dendam atau Pembentukan Karakter

Posted by : Dimensi Mesin ITS
Date :
With 1 tanggapan:
Tag :
Next Prev
▲Top▲