Jadilah yang Terbaik

| Senin, 11 Mei 2015

Allah Ta’ala menciptakan kita dalam keadaan yang berbeda-beda. Berbeda jenis kelamin, warna kulit, kemampuan ekonomi, tingkat pendidikan dan lainnya. Seringkali dalam perbedaan ini kita tidak punya pilihan. Ada anak yang lahir dalam keadaan cacat, buta, atau lumpuh. Sementara ada anak yang lahir dalam keadaan fisik sempurna. Ada orang yang sudah bekerja membanting tulang sepanjang tahun, namun rejekinya tidak kunjung banyak, belum bisa keluar dari garis kemiskinan. Sementara ada yang rejekinya lancar tanpa harus bersusah payah.
Karena dalam perbedaan-perbedaan ini kita tidak bisa mempunyai pilihan, maka Allah Ta’ala tidak menjadikan hal ini sebagai cara pandang, parameter dalam menilai diri kita. Islam adalah agama yang adil dan telah membuat timbangan yang adil untuk umatnya yaitu yang difirmankan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang paling bertakwa di antara kalian” (QS. Al-Hujurat: 13). Surat ini ditafsirkan oleh Rasulullah Salallahualaihi Wassalam dalam sebuah hadist, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbutan kalian.” (HR. Muslim)
Inilah timbangan Islam yang adil. Masing-masing dari kita bisa menjadi orang yang paling bertakwa di sisi Allah Ta’ala, bisa menjadi orang yang berhati paling jernih, dan menjadi orang yang beramal paling banyak tanpa terhalang latar belakangnya. Kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala tidak terhalang oleh jenis kelamin, warna kulit, darah yang tidak biru, kantong yang tidak tebal, ataupun postur tubuh kita.
Bahkan, kedudukan yang tinggi di sisi Allah tidak terhalang dengan ilmu kita yang kurang. Buktinya, orang terbaik dari kalangan Tabi’in adalah bukanlah orang yang ‘alim atau ulama dikalangan mereka. Orang yang terbaik dalam kalangan Tabi’in, yaitu generasi kedua umat islam, adalah seorang pria yang disebut oleh Rasulullah Salallahualaihi Wassalam dalam sebuah hadist, “Sesungguhnya sebaik-baik generasi tabi’in adalah orang yang bernama Uwais. Dia mempunyai seorang ibu...”(HR. Muslim). Siapakah beliau? Beliau bukan orang yang kaya, bukan orang yang berdarah biru, bukan pejabat, dan bukan juga ulama. Beliau hanya orang biasa dan bahkan disebutkan dianggap remeh oleh masyarakat. Namun dengan takwa beliau, iman beliau, bakti beliau dengan ibu beliau, dan kebersihan hati beliau, beliau menjadi yang terbaik dikalangan Tabi’in.
Kalau yang terbaik dikalanagan Tabi’in adalah orang yang serba kurang, lain halnya orang terbaik dikalangan sahabat, yaitu adalah yang serba lebih. Beliau adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiallahu Anhu. Para ulama sepakat yang terbaik dari generasi pertama umat Islam ini adalah Abu Bakr Radhiallahu Anhu. Beliau adalah seorang yang tampan, seorang yang kaya, seorang pejabat, seorang yang bangsawan, dan beliau adalah seorang tokoh ulama dikalangan sahabat. Namun bukan itu yang membuat Abu Bakr Radhiallahu Anhu menjadi yang terbaik di kalangan sahabat. Yang menjadikan beliau terbaik adalah takwa beliau, hati beliau yang bersih, iman beliau yang kuat, dan amalan beliau yang banyak, tercermin dalam hadist, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang hari ini berpuasa?’ Abu Bakar menjawab, ‘Saya’, ‘Siapa yang hari ini ikut mengantar jenazah?’ Abu Bakar menjawab, ‘Saya’, ‘Siapa yang hari ini memberi makan orang miskin?’ Abu Bakar menjawab, ‘Saya’, ‘Siapa yang hari ini menjenguk orang sakit?’ Abu Bakar menjawab, ‘Saya’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘Tidaklah semua ini dilakukan oleh seseorang kecuali dia akan masuk surga’” (HR. Muslim)
Setiap dari kita memiliki kelebihan dan kekurangan. Kalau kita memiliki kelebihan, bersyukurlah kepada Allah Ta’ala dan jadilah seperti Abu Bakr Radhiallahu Anhu yang beliau diberi kelebihan tapi hal itu tidak memperdayainya karena beliau sadar bahwa Allah Ta’ala tidak pernah melihat beliau dari kelebihan-kelebihan dunianya. Maka beliau beramal, membersihakan hati, dan bertakwa sehingga beliau bisa meraih kemuliaan disisi Allah Ta’ala. Sebaliknya kalau kita memiliki kekurangan, hendaklah kita tetap bersyukur, jangan minder, karena kesempatan tidak tertutup sama sekali. Jadilah seperti Uwais Al Qarni yang serba kurang tetapi dengan ketakwaan beliau, beliau bisa menjadi yang terbaik di kalangan Tabi’in.
Wallahu a’lam

Oleh: Lembaga Dakwah Jurusan Teknik Mesin ITS - Ash-Shaff

0 tanggapan:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲